Jumat, 09 Oktober 2015

Studi kasus (Faktor Berkurangnya Minat Remaja Terhadap Agama)

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Para ahli psikologi memang belum sepakat mengenai rentang usia remaja, namun dalam bidang agama para ahli psikologi agama menganggap “bahwa kemantapan beragama biasanya tidak akan terjadi sebelum usia 24 tahun”. Jadi dilihat dari sudut pandang agama maka usia remaja beralangsung antara usia 13 – 24 tahun (zakiyah Darajat, 2003:85/Sururin, 2004:64). Darimana rasa agama pada remaja muncul? Ide-ide agama, dasar-dasar keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama pada dasarnya telah diterima oleh seorang anak pada masa anak-anak. Apa yang telah diterima dan tumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan individu pada masa remaja melalui pengalaman-pengalaman yang dirasakannya (Zakiyyah Darajat, 2003: 85-85).
Suatu faktor yang memegang peranan menentukan dalam kehidupan manusia termasuk dalam kehidupan remaja adalah pemenuhan pengembangan potensi keagamaan melalui internalisasi tata nilai agama. Tetapi, sayang sekali masyarakat dunia modern yang kini berada dalam era globalisasi tampak semakin berkurang menyadari betapa penting makna nilai tata agama itu bagi kegidupan, terutama bagi manusia yang tengah mengalami kegoncangan jiwa yang cendrung tampak makin hebat seperti yang lazim terjadi pada masa remaja. Pada dasarnya, manusia sejak masa kanak-kanak telah mampu menerima dasar-dasar keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama, dalam pengertian yang sederhana atau tanpa pengertian analisis sama sekali. Kemudian pada masa remaja, sejalan dengan pertambahan usia, perkembangan fisik dan mental, maka berkembang pula model penerimaannya akan dasar-dasar keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama, dalam pengertian analisis yang abstrak, seperti tentang Tuhan, akhirat, syurga, neraka, malaikat, dan lain-lain. Hanya saja karena dalam masa yang penuh kegoncangan (labil), maka penerimaan remaja terhadap hal-hal yang bersumber pada agama itu terkadang berubah menjadi keritikan, penolakan, atau bimbang beragama.
Pengertian remaja akan dasar-dasar keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama dipengaruhi oleh perkembangan pikirannya. Dan gamabaran remaja tentang Tuhan merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam. Hubungan remaja dengan Tuhan bukanlah hubungan yang sederhana, akan tetapi kompleks dan berjalin antara remaja, alam, dan Tuhan. Perasaan remaja terhadap Tuhan merupakan pantulan dari sikap jiwanya terhadap alam luas. Keagamaan remaja merupakan hasil interaksi antara dia dengan lingkiungan sosial dan lingkungan alamraya. Sedangkan persepsi remaja tentang Tuhan dan sifat-sifatNya sangat dipengaruhi oleh kondisi perasaan dan sifat remaja secara subyektif.
Dalam perkembangan manusia mulai dari prenatal hingga lanjut usia mengalami perkembangan agama yang selalu mengikuti seperti pada saat manusia itu dilahirkan pasti akan mengikuti agama yang dianut oleh orang tuanya karena hanya orang tuanya yang menjadikan anak itu islam, majusi, yahudi atau nasrani tetapi ketika manusia itu sudah menginjak usia remaja maka dia akan mulai berpikir secara mandiri bagaimana cara mengimplementasikan ajaran agama yang dianutnya dalam khidupan sehari-harinya hingga dia menginjak usia dewasa maka dia akan lebih matang dalam beragama. Dalam makalah ini kami mencoba memaparkan bagaimana perkembangan agama pada usia remaja.
B.       Rumusan Masalah
1.         Apa saja Faktor-faktor Perkembangan Beragama pada Remaja?
2.         Seperti apa Sikap Remaja dalam Beragama?
3.         Bagaiman Mengatasi Anak yang Kurang Minat dalam Beragama?
C.      Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Faktor-faktor Perkembangan Beragama pada Remaja
2.      Mengetahui Sikap Remaja dalam Beragama
3.      Mengetahui cara Mengatasi Anak yang Kurang Minat dalam Beragama
D.      Pengertian Studi Kasus
1.    Susilo Rahardjo & Gudnanto (2011: 250) studi kasus adalah  suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan secara integrative dan komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang baik.
2.    Pendapat serupa di sampaikan oleh Bimo Walgito (2010: 92) studi kasus merupakan suatu metode untuk menyelidiki atau mempelajari suatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat hidup).  Pada metode studi kasus ini diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan-bahan yang agak luas.Metode ini merupakan integrasi dari data yang diperoleh dengan metode lain.
3.    Sedangkan W.S Winkel & Sri Hastuti (2006: 311) menyatakan bahwa studi kasus dalam rangka pelayanan bimbingan merupakan metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan siswa secara lengkap dan mendalam, dengan tujuan memahami individualitas siswa dengan baik dan membantunya dalam perkembangan selanjutnya.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa studi kasus merupakan metode pengumpulan data secara komprehensif yang meliputi aspek fisik dan psikologis individu, dengan tujuan memperoleh pemahaman secara mendalam.
E.       Langkah – langkah memberikan bantuan dalam memecahkan masalah
a.    Identifikasi Kasus
Tingkah laku seorang peserta didik yang harus dipahami oleh guru. Jikalau tingkah laku murid itu tidak seperti biasanya di dalam kelas. Maka guru harus  mencari tahu apa permasalahan yang di hadapi peserta didik. Dengan kata lain juga disebut dengan istilah identifikasi kasus. Menurut Syahril dan Riska, 1987 “identifikasi kasus yaitu usaha menemukan/menentukan siswa yang perlu mendapat bimbingan. Cara yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan ini adalah dengan jalan analisis hasil belajar, analisis karya tulis, pengisian DPM, observasi, sosiometri, dan sebagainya. (Syahril dan Riska, 1987:86).
Artinya pada langkah ini, guru mengenali gejala-gejala awal suatu masalah yang dihadapi siswa. Untuk mengetahui gejala awal tidaklah mudah, karena harus dilakukan secara teliti dan hati-hati dengan memperhatikan gejala-gejala yang nampak, itulah yang disebut identifikasi kasus, kemudian dianalisis dan selanjutnya dievaluasi.
b.   Diagnosis
Setelah mengadakan identifikasi kasus atau dengan arti kata memperkirakan apa yang terjadi pada peserta didik, maka diadakan analisis masalah yang dihadapi peserta didik atau dengan kata lain menetapkan masalah yang berdasarkan analisis latar belakang yang menjadi penyebab timbulnya masalah, atau disebut dengan diagnosis.
Dijelaskan oleh Syahril dan Riska langkah diagnosis atau langkah yang kedua ini (dalam bukunya) adalah untuk mengetahui jenis dan sifat kesulitan serta latar belakang masalah yang dihadapi seseorang. Berdasarkan langkah kedua inilah kita dapat menetapkan apa kira-kira masalah seseorang serta apa penyebab dari masalah tersebut.

c.     Prognosis
Menurut Sayhril dan Riska. Prognosis adalah usaha untuk menelaah/mengkaji masalah yang dialami seseorang, termasuk kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul jika masalah itu dibantu, serta memperkirakan teknik atau jenis bantuan yang akan diberikan kepada orang yang mengalami masalah tersebut. (Syahril dan Riska Ahmad, 1987:86). Atau dengan kata lain menurut Dewa ketut dan Desak Made Prognosis adalah suatu langkah mengenai alternatif bantuan yang dapat atau mungkin diberikan kepada siswa sesuai dengan masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditemukan dalam langkah diagnosis

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Faktor-Faktor Perkembangan Beragama pada Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan yang dilalui oleh seorang anak menuju masa kedewasaannya, atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa anak-anak sebelum mencapai masa dewasa. Perkembangan anak pada masa remaja dipengaruhi oleh perkembangan jasmani dan rohaninya. Artinya
Ada beberapa faktor yang mengindikasikan perkembangan beragama pada masa remaja, antara lain :
a.       Pertumbuhan Fikiran dan Mental
Ide dan dasar keyakinan agama yang diterima remaja pada masa anak-anak, sudah tidak begitu menarik lagi bagi mereka. Mereka sudah mulai memiliki sifat kritis terhadap ajaran agama, mereka juga mulai tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya di samping masalah agama. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi keagamaan mereka.
b.      Perkembangan Perasaan
Pada masa remaja, berbagai perasaan berkembang. Pada masa ini, perasaan sosial, etis, estetis, mendorong remaja untuk menghayati perihidupan yang terbiasa dalam lingkungan kehidupan agamis, dan cenderung mendorong dirinya untuk lebih dekat ke arah hidup agamis. Namun sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual.
c.       Pertimbangan Sosial
Perkembangan pada masa remaja ditandai juga oleh adanya pertimbangan sosial. Di dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Pada masa ini jiwa remaja cenderung bersikap materialis, karenan memang kehidupan duniawi lebih dipengaruhi oleh kepentingan materi. Remaja pada masanya banyak berpikir masalah keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri, dan berbagai masalah kesenangan pribadi lainnya. Masalah akhirat dan masalah soaial juga dipikirkan namun tidak seperti kecenderungannya terhadap soal keduniawian.



d.      Perkembangan Moral
Pada masa remaja, aspek moral mengalami perkembangan yang bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Moral para remaja memiliki beberapa tipe, antara lain : Self  directive, adaptive, submissive, unadjusted, dan deviant.
e.       Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil. Dari hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh Howard Bell dan Ross terhadap 13.000 remaja di Maryland bahwa sikap dan minat remaja dalam masalah ekonomi, keuangan, material, memiliki kecenderungan yang besar dibandingkan dengan sikap dan minatnya terhadap masalah keagamaan. Umumnya remaja yang memiliki kecenderungan terhadap masalah keagamaan itu tergantung atau berangkat dari kebiasaan di masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka. Oleh karena itu apabila masa kecil anak mendapatkan perhatian yang lebih terhadap masalah keagamaan, maka hal ini sangat berperan terhadap perkembangan keagamaan dimasa remajanya.
f.       Ibadah
Menurut Ross dan Oskar Kupky mengenai pandangan remaja terhadap ajaran agama dan ibadah adalah 17% mengatakan bahwa sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sedangkan 26% menganggap bahwa sembahyang hanyalah sebagai media untuk bermeditasi.

B.     Sikap Remaja dalam Beragama
Perkembangan jiwa keagamaan yang ditimbulkan oleh remaja karena pengaruh perkembangan dirinya itu dapat dilihat lewat pengalaman dan ekpresi keagamaan yang tercemin lewat sikap keagamaannya, antara lain sebagai berikut:
1.      Percaya secara ikut ikutan
Kebanyakan remaja percaya kepada tuhan dalam menjalankan ajaran agamanya karena terdidik dalam lingkungan beragama,karena ibu dan bapak nya selalu ada dekat di sekelilingnya melaksanakan ibadah,maka mereka ikut melaksanakan ibadah dan mempecayai ajaran-ajaran agama sekedar mengikuti suasana lingkungan dimana ia hidup.mereka seolah-olah adaptik,tidak ada perhatian untuk meningkatkan agama dan tidak mau aktif dalam kegiatan-kegiatan agama.
Percaya secara ikut ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama dengan cara sederhana yang di dapat dalam keluarga dan lingkungan nya.Namun demikian kondisi seperti ini hanya berlangsung pada remaja awal (usia 13-16 tahun), sesudah masa remaja awal, kepercayaan remaja berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.
2.      Percaya dengan kesadaran
Perkembangan psikis dan pertumbuhan fisik yang sedang di alami remaja pada umumnya menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dan juga gangguan–gangguan, terjadinya perubahan-perubahan dan gangguan-gangguan itu melahirkan timbulnya kegelisahan, kecemasan, ketakutan bercampur aduk dengan rasa bangga dan kesenangan serta bemacam-macam pikian dan khayalan sehingga timbul daya tarik bagi remaja untuk memperhatikan dan memikirkan dirinya sendiri.
Semangat keagamaan remaja dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah keagaman yang mereka miliki semenjak kecil.semangat seperti itu bias bersifat positif, yaitu remaja berusaha menghindari ajaran agama yang bercampur dengan bid’ah dan khufarat.mereka melihat agama dengan memandang yang kritis, sehingga kadang-kadang mereka memberontak dengan adat kebiasan yang ada dalam masyarakat yang di pandang mereka kurang masuk akal.
3.      Percaya tapi agak ragu-ragu (bimbang)
Keragu-raguan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a.       Keraguan disebapkan adanya kegoncangan dalam jiwanya karna terjadinya proses perubahan dalam diri pribadinya, maka keraguan seperti ini dianggap suatu kewajaran.
b.      Keraguan yang disebabkan adanya kontradiksi antara kenyataan-kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki .keraguan tersebut antara lain karena adanya pertentangan ajaran agama dengan ilmu pengetahuan,antara nilai moral dengan kelakuan manusia  dalam realitas kehidupan,antara nilai-nilai agama dengan perilaku tokoh-tokoh agama, seperti guru, ulama, pemimpin, orang tua, dan sebagainya.
4.      Tidak percaya dan cenderung atheis
Perkembangan kea ah tidak pecaya kepda tuhan meupakan proses kelanjutan dan kebimbangan yang dialami oleh remaja. Kalau keraguan remaja sudah memuncak dan sudah tidak dapat diatasi lagi, maka bias berakibat fatal, bias mengakibatkan mereka tidak pecaya lagi kepada Tuhan(atheis). Kebimbangan umumnya tejadi bagi emaja yang beusia antara 17-20 tahun

BAB III
ISI  LAPORAN
A.      Identifikasi Kasus
1.      Pengumpulan Data  
a.         Data Murid
1.      Nama Murid                   : Ari Abdi Wakas
2.      Nama Sekolah                 : MA DARUSSALIHIN NW KALIJAGA
3.        Alamat Sekolah             : KALIJAGA
4.      Siswa Kelas                    : X BAHASA
5.      Umur Rata- Rata            :           : 16 tahun
6.      Jenis kelamin                   :  laki - laki
7.       Agama                            : Islam
8.      Alamat Murid                 : Desa Jorong Kalijaga Induk
b.      Data Murid
1.      Nama Murid                   : Amir Mahmud
2.      Nama Sekolah                 : MA DARUSSALIHIN NW KALIJAGA
3.      Alamat Sekolah              : KALIJAGA
4.      Siswa Kelas                    : X IPS I
5.      Umur Rata- Rata            : 16 tahun
6.      Jenis kelamin                   : laki -laki
7.       Agama                            : Islam
8.      Alamat Murid                 : Asmalang Kalijaga Tengah
c.       Data Murid
1.      Nama Murid                   : Ahmad Junaedi
2.      Nama Sekolah                 : MA DARUSSALIHIN NW KALIJAGA
3.      Alamat Sekolah              : KALIJAGA
4.      Siswa Kelas                    : X IPS II
5.      Umur Rata- Rata            : 16 tahun
6.      Jenis kelamin                   : laki-laki
7.       Agama                            : Islam
8.      Alamat Murid                 : Asmalang Kalijaga Tengah


d.      Data Guru       
1.      Bimbingan Konseling
a.       Nama                        : Ustaz Khasim Ashari S.Pdi
b.      Umur                         : 32 Tahun
c.       Profesi                      : Guru BK
d.      Alamat                      : Asmalang Kalijaga Tengah
2.      Kepala Sekolah  
a.       Nama                                    : Munawir S.H
b.      Umur                         : 39 Tahun
c.       Profesi                       : Kepala Sekolah
d.      Alamat                      : Kampung Tabi’in Kalijaga Selatan
B.       Hasil Wawancara
1.      Ari  Abdi  Wakas
Berdasarkan hasil wawancara yang sudah dilakukan dengan guru Bimbingan Konseling di dapatkan informasi bahwa Ari Abdi Wakas ini merupakan siswa yang kurang sekali dalam hal beribadah terutama dalam melakukan shalat 5 waktu maupun shalat sunnah seperti aktivitas shalat Duha di MA DARUSSALIHIN NW KALIJAGA yang di lakukan sebelum masuk kelas. Meskipun kedua orang tuanya selalu menginggatkan nya dalam hal beribadah tapi dia cendrung mengabaikan perintah tersebut, karna memang karakter Ari Abdi Wakas ini seperti itu yang di pengaruhi oleh teman-teman nya yang lebih tertarik dengan hal-hal yang meyenangkan daripada beribadah.
2.      Amir Mahmud
Berdasarkan informasi yang di peroleh dari guru Bimbingan Konseling bahwa Amir Mahmud ini merupakan anak yang semulanya rajin beribadah sewaktu dia masih kanak-kanak. Tapi ketika dia menginjak usia remaja ketertarikan nya terhadap agama semakin berkurang, dan ini di sebabkan oleh orang tuanya yank broken home atau bercerai, dan kedua orang tua nya pergi ke luar negeri untuk menuntut rezeki masing-masing sehingga tdak ada yang mengontrol dia ataupun menasehati dia dalam hal beribadah. Terlebih lebih dengan pergaulan nya dengan teman-temannya yang memang  jarang bahkan tidak pernah melakukan ibadah. Dia lebih senang main kartu. main bola dan lain-lain.

3.      Ahmad Junaedi
Sementara dengan Ahmad Juneadi ini di peroleh informasi dari guru Bimbingan Konseling nya bahwa dia merupakan anak yang lalai terutama dalam hal beribadah. Dan ini tdak lepas dari kontrol orang tua juga yang memang tidak terlalu mengaskannya dalam hal beribdah terutama shalat 5 waktu, karna yang ada cuma ibunya sementara bapak nya pergi ke Malaysia, sehingga yang menasehati dia cuma ibunya, dan itupun tidak terlalu di tegaskan. Dan juga akibat pergaulan nya yang bebas bergaul dengan siapa saja termasuk dengan orang-orang yang tdak aktif melaksanakan ibadah.

C.      Diagnosis
Berdasarkan informasi dia atas ada beberapa hal yang menyebabkan minat atau ketertarikan para siswa atau remja terhadap ibadah sangat kurang:
1.      Ari Abdi Wakas
Siswa ini merupakan anak yang susah di atur, dan ini tidak lepas dari teman-temannya dengan anak-anak yang nakal, Meskipun kedua orang tuanya selalu menasehatinya, dia lebih sering mengabaikannya karna memang orang tuanya juga membebaskan dia bergaul dengan siapapun. Jadi, walaupun orang tuanya selalu menasehati dia dalam hal beribadah tapi orang tuanya tidak memperhatikan pergaulan anak nya, apakah dia begaul bersama orang-orang yang sholeh atau orang yang nakal bahkan dengan orang-orang yang jarang sekali beribadah.
2.      Amir Mahmud dan Ahmad Junaedi
Sementara dengan kedua siwa ini memiliki kasus yang hampir sama dalam hal beribadah yaitu sangat minimnya control ataupun nasehat dari kedua orang tua mereka. Dan kedua anak ini juga sering bergaul dengan anak-anak yang jarang shalat, mengaji dan ibadah lainnya. Dengan teman-teman mereka, mereka lebih sering bermain-main daripada beribadah, terutam Amir Mahmud yang senang main kartu dan main bola.

D.      Prognosis
Untuk mengatasi masalah agama terhadap anak kita dapat melakukan metode di seperti di bawah ini :
1.      Metode Penanaman Nilai Agama Sejak Dini
Rasulullah bersabda bahwa setiap anak itu terlahir dalam keadaan fitrah (Islam), namun orang tuanyalah yang menjadikan dia majusi, nasrani atau yahudi. Jadi jika anak ditanamkan nilai agama sejak dini maka ketika dia menginjak usia remaja akan memiliki aqidah agama yang kuat apabila lingkungan sekitarnya terutama orang tua memberikan stimulus positif. Ketika dia menginjak usia dewasa maka dia akan lebih mantap pada aqidah agama yang dipeluknya.
2.      Metode Penanaman Nilai Agama pada Pembiasaan Diri
Setiap orang pasti memiliki kebiasaan yang dilakukannya secara terus menerus dan tanpa disadari sehingga kadang-kadang orang berpikir mengapa melakukan kegiatan itu sedangkan dalam pikirannya tidak ada niatan untuk melakukan kegiatan itu. Jadi bagaimana membiasakan kebiasaan yang positif, hal ini dapat dilakukan apabila lingkungan sekitar terutama orang tua menanamkan nilai-nilai positif sejak dini sehingga hal itu dapat menjadi kebiasaan sehari-hari.
3.      Metode Penanaman Nilai Agama Lewat Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik dari ungkapan ini dapat diambil kesimpulan bahwa setiap orang itu pasti memiliki pengalaman yang berbeda, dari pengalaman tersebut metode ini mencoba menanamkan nilai-nilai agama lewat pengalaman. Orang yang ceroboh pasti tidak akan mengulangi kesalahan yang pernah dilakukannya dan seorang muslim sejati tidak akan terjeremus pada lobang yang sama.
Namun apa bila anak itu sudah menginjak usia remaja dan tahap perkembangan menuju kedewasaan tapi masih saja kurang dalam hal beribadah seperti kasus tiga siswa di atas ini. Berdasarkan hsil wawancara dengan guru Bimbingan Konseling mereka kita dapat melakukan hal-hal sebagai berikut.
a.      Guru Bimbingan Konseling
1.      Pendekatan
Pendekatan dalam artian masuk dalam lingkungan kehidupan nya dan mencari tahu apa penyebabnya sehingga minatnya dalam beribadah sangat kurang bahkan hampir sama sekali tidak lakukan nya. Dan ushakan semaksimal mungking jangan sampai dia tahu kalau kita neliti dia.
2.         Nasehat
Setelah mengetahui apa penyebab dari berkurang nya minat beribadah yang terjadi kepadanya, kita dapat perlahan-lahan menasehati dia bahwa betapa pentingnya ibadah dalam kehidupan. Karna kita tidak hanya memntingkan kehidupan Duniawi melainkan juga Ukhrawi.
3.         Gambaran
Setelah melakukan pendekatan dan menasehatinya berikan dia gamabaran, gambaran dalam artian seperti apa akibat atau hukuman dari meninggal ibadah terlebih-lebih tdak melakukan shalat.
b.        Orang Tua
1.      Menjadi Orang Tua Teladan
Sebagai orang tua sebaiknya memberikan contoh yang terbaik bagi anak-anaknya. Seorang anak pada umumnya akan meniru segala tingkah laku orangtua dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Jika orang tua, keluarga dan orang di lingkungan sekitarnya adalah orang yang sholeh, maka kemungkinan besar anak-anak juga akan terpengaruh menjadi anak yang sholeh.
2.      Membawanya di Lingkungan yang Islami
Tinggallah di tempat yang dikelilingi oleh orang-orang sholeh. Jauhkan anak-anak dari lingkungan yang buruk dan pergaulan yang menyesatkan, karena hal tersebut dapat mempengaruhi anak-anak dalam perilaku yang tidak baik.
3.      Memberikan Bimbingan
Jangan pernah menganggap bahwa anak kita tidak mengerti apa-apa. Berikan mereka  bimbingan dan motivasi dengan kata-kata yang mudah dimengerti. Dengan begitu anak-anak akan mudah menerima dan mengingat pesan yang telah kita sampaikan sebagai bekal sampai tumbuh dewasa.
4.      Sekolahkan di Sekolah Islam
Berikan anak pendidikan formal maupun informal dengan pengetahuan agama yang cukup baik. Dengan anak terbiasa belajar dilingkungan sekolah yang Islami, maka akan menumbuhkan kesadaran pada agamanya sehingga anak akan taat pada ajaran-ajaran Islam.



BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan isi laporan di atas kami dapat menyimpulkan bahwa yang menyebabkan ketiga siswa MA ini kurang dalam hal beribadah adalah minimnya kontrol dari kedua orang tua mereka. Mereka di bebaskan bergaul dengan siapa pun terutama dengan orang-orang yang jarang melakukan ibadah.
B.       Saran
1.      Saran untuk Orang Tua
Bagi para orang tua sebaiknya selalu mengontrol kegiatan anaknya sehari-sehari terutama selalu mengontrolnya dalam hal beribadah dan jangan biarkan dia bergaul dengan orang-orang yang kurang ibadah. Dan orang tua juga seharusnya menyekolahkan anak nya di sekolah islami (PONPES).
2.      Saran untuk Remaja
Sebaiknya setiap remaja agar dapat memilih teman yang baik, terutama dengan orang-orang yang sholeh yang selalu mengajak untuk melakukan ibadah. Karena faktor lingkungan terutama pengaruh teman merupakan fakor yang dominan bagi seorang remaja melakukan berbagai kegiatan, baik positif ataupun negatif.

DAFTAR PUSTAKA
Darajat, Zakiah. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang
Darajat, Zakiah. 1982. Pembinaan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang
Rahardjo, Susilo & Gudnanto. 2011. Pemahaman Individu Teknik Non Tes. Kudus: Nora  Media Enterprise
Walgito, Bimo. 2010. Bimbingan dan Konseling Studi & Karir. Yogjakarta: Andi
Winkel, WS & Hastuti, Sri. 2004. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan.          Yogjakarta: Media Abadi.
Sukardi, DK & Sumiati, DM. Pedoman Praktis Bimbingan Penyuluhan Di Sekolah, Jakarta:        Rineka Cipta
Syahril & Ahmad, Riska. 1987. Pengantar Bimbingan dan Konseling, Padang:  Angkasa raya       padang.
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo persada
Sururin. 2004.  Ilmu Jiwa Agama.  Jakarta : PT Raja Grafindo persada
Panuju, Panut & Ida, Umami. 1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya
Ashari, Ustaz Khasim , S. Pdi. 2015. Guru Bimbingan Konseling. Kalijaga: MA     DARUSSALIHIN NW KALIJAGA.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Words

CHAPTER  I INTRODUCTION Word is a sound or combination of sounds that has a meaning and is spoken or written, a brief remark or conve...