BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para ahli psikologi memang belum
sepakat mengenai rentang usia remaja, namun dalam bidang agama para ahli
psikologi agama menganggap “bahwa kemantapan beragama biasanya tidak akan
terjadi sebelum usia 24 tahun”. Jadi dilihat dari sudut pandang agama maka usia
remaja beralangsung antara usia 13 – 24 tahun (zakiyah Darajat,
2003:85/Sururin, 2004:64). Darimana rasa agama pada remaja
muncul? Ide-ide agama, dasar-dasar keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama pada
dasarnya telah diterima oleh seorang anak pada masa anak-anak. Apa yang telah
diterima dan tumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan individu pada masa
remaja melalui pengalaman-pengalaman yang dirasakannya (Zakiyyah Darajat, 2003:
85-85).
Suatu faktor yang memegang peranan
menentukan dalam kehidupan manusia termasuk dalam kehidupan remaja adalah
pemenuhan pengembangan potensi keagamaan melalui internalisasi tata nilai
agama. Tetapi, sayang sekali masyarakat dunia modern yang kini berada dalam era
globalisasi tampak semakin berkurang menyadari betapa penting makna nilai tata
agama itu bagi kegidupan, terutama bagi manusia yang tengah mengalami
kegoncangan jiwa yang cendrung tampak makin hebat seperti yang lazim terjadi
pada masa remaja. Pada dasarnya, manusia sejak masa kanak-kanak telah mampu
menerima dasar-dasar keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama, dalam pengertian
yang sederhana atau tanpa pengertian analisis sama sekali. Kemudian pada masa
remaja, sejalan dengan pertambahan usia, perkembangan fisik dan mental, maka
berkembang pula model penerimaannya akan dasar-dasar keyakinan dan pokok-pokok
ajaran agama, dalam pengertian analisis yang abstrak, seperti tentang Tuhan,
akhirat, syurga, neraka, malaikat, dan lain-lain. Hanya saja karena dalam masa
yang penuh kegoncangan (labil), maka penerimaan remaja terhadap hal-hal yang
bersumber pada agama itu terkadang berubah menjadi keritikan, penolakan, atau
bimbang beragama.
Pengertian remaja akan dasar-dasar
keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama dipengaruhi oleh perkembangan
pikirannya. Dan gamabaran remaja tentang Tuhan merupakan bagian dari
gambarannya terhadap alam. Hubungan remaja dengan Tuhan bukanlah hubungan yang
sederhana, akan tetapi kompleks dan berjalin antara remaja, alam, dan Tuhan.
Perasaan remaja terhadap Tuhan merupakan pantulan dari sikap jiwanya terhadap
alam luas. Keagamaan remaja merupakan hasil interaksi antara dia dengan
lingkiungan sosial dan lingkungan alamraya. Sedangkan persepsi remaja tentang
Tuhan dan sifat-sifatNya sangat dipengaruhi oleh kondisi perasaan dan sifat
remaja secara subyektif.
Dalam perkembangan manusia mulai dari prenatal hingga
lanjut usia mengalami perkembangan agama yang selalu mengikuti seperti pada
saat manusia itu dilahirkan pasti akan mengikuti agama yang dianut oleh orang
tuanya karena hanya orang tuanya yang menjadikan anak itu islam, majusi, yahudi
atau nasrani tetapi ketika manusia itu sudah menginjak usia remaja maka dia
akan mulai berpikir secara mandiri bagaimana cara mengimplementasikan ajaran
agama yang dianutnya dalam khidupan sehari-harinya hingga dia menginjak usia
dewasa maka dia akan lebih matang dalam beragama. Dalam makalah ini kami
mencoba memaparkan bagaimana perkembangan agama pada usia remaja.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja Faktor-faktor
Perkembangan Beragama pada Remaja?
2.
Seperti apa Sikap Remaja
dalam Beragama?
3.
Bagaiman Mengatasi Anak
yang Kurang Minat dalam Beragama?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui Faktor-faktor
Perkembangan Beragama pada Remaja
2.
Mengetahui Sikap Remaja
dalam Beragama
3.
Mengetahui cara
Mengatasi Anak yang Kurang Minat dalam Beragama
D.
Pengertian
Studi Kasus
1.
Susilo Rahardjo & Gudnanto (2011: 250) studi kasus adalah
suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan secara integrative dan
komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut
beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan
dan memperoleh perkembangan diri yang baik.
2.
Pendapat serupa di sampaikan oleh Bimo Walgito (2010: 92) studi kasus
merupakan suatu metode untuk menyelidiki atau mempelajari suatu kejadian
mengenai perseorangan (riwayat hidup). Pada metode studi kasus ini
diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan-bahan yang agak luas.Metode
ini merupakan integrasi dari data yang diperoleh dengan metode lain.
3.
Sedangkan W.S Winkel & Sri Hastuti (2006: 311) menyatakan bahwa
studi kasus dalam rangka pelayanan bimbingan merupakan metode untuk mempelajari
keadaan dan perkembangan siswa secara lengkap dan mendalam, dengan tujuan
memahami individualitas siswa dengan baik dan membantunya dalam perkembangan
selanjutnya.
Dari pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa studi kasus merupakan metode pengumpulan data secara
komprehensif yang meliputi aspek fisik dan psikologis individu, dengan tujuan
memperoleh pemahaman secara mendalam.
E. Langkah
– langkah memberikan bantuan dalam memecahkan masalah
a. Identifikasi Kasus
Tingkah laku seorang peserta
didik yang harus dipahami oleh guru. Jikalau tingkah laku murid itu tidak
seperti biasanya di dalam kelas. Maka guru harus mencari tahu apa
permasalahan yang di hadapi peserta didik. Dengan kata lain juga disebut dengan
istilah identifikasi kasus. Menurut Syahril dan Riska, 1987 “identifikasi kasus
yaitu usaha menemukan/menentukan siswa yang perlu mendapat bimbingan. Cara yang
dapat ditempuh untuk mencapai tujuan ini adalah dengan jalan analisis hasil
belajar, analisis karya tulis, pengisian DPM, observasi, sosiometri, dan
sebagainya. (Syahril dan Riska, 1987:86).
Artinya pada langkah ini, guru
mengenali gejala-gejala awal suatu masalah yang dihadapi siswa. Untuk
mengetahui gejala awal tidaklah mudah, karena harus dilakukan secara teliti dan
hati-hati dengan memperhatikan gejala-gejala yang nampak, itulah yang disebut
identifikasi kasus, kemudian dianalisis dan selanjutnya dievaluasi.
b. Diagnosis
Setelah mengadakan identifikasi
kasus atau dengan arti kata memperkirakan apa yang terjadi pada peserta didik,
maka diadakan analisis masalah yang dihadapi peserta didik atau dengan kata
lain menetapkan masalah yang berdasarkan analisis latar belakang yang menjadi
penyebab timbulnya masalah, atau disebut dengan diagnosis.
Dijelaskan oleh Syahril dan Riska langkah
diagnosis atau langkah yang kedua ini (dalam bukunya) adalah untuk mengetahui
jenis dan sifat kesulitan serta latar belakang masalah yang dihadapi seseorang.
Berdasarkan langkah kedua
inilah kita dapat menetapkan apa kira-kira masalah seseorang serta apa penyebab
dari masalah tersebut.
c. Prognosis
Menurut Sayhril dan Riska. Prognosis
adalah usaha untuk menelaah/mengkaji masalah yang dialami seseorang, termasuk
kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul jika masalah itu dibantu, serta
memperkirakan teknik atau jenis bantuan yang akan diberikan kepada orang yang
mengalami masalah tersebut. (Syahril dan Riska Ahmad, 1987:86). Atau dengan
kata lain menurut Dewa ketut dan Desak Made Prognosis adalah suatu langkah
mengenai alternatif bantuan yang dapat atau mungkin diberikan kepada siswa
sesuai dengan masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditemukan dalam langkah
diagnosis
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Faktor-Faktor
Perkembangan Beragama pada Remaja
Masa
remaja merupakan masa peralihan yang dilalui oleh seorang anak menuju masa
kedewasaannya, atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa
anak-anak sebelum mencapai masa dewasa. Perkembangan anak pada masa remaja
dipengaruhi oleh perkembangan jasmani dan rohaninya. Artinya
Ada beberapa faktor
yang mengindikasikan perkembangan beragama pada masa remaja, antara lain :
a.
Pertumbuhan
Fikiran dan Mental
Ide dan dasar
keyakinan agama yang diterima remaja pada masa anak-anak, sudah tidak begitu
menarik lagi bagi mereka. Mereka sudah mulai memiliki sifat kritis terhadap
ajaran agama, mereka juga mulai tertarik pada masalah kebudayaan, sosial,
ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya di samping masalah agama. Hal ini
menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi keagamaan
mereka.
b.
Perkembangan
Perasaan
Pada masa remaja,
berbagai perasaan berkembang. Pada masa ini, perasaan sosial, etis, estetis,
mendorong remaja untuk menghayati perihidupan yang terbiasa dalam lingkungan
kehidupan agamis, dan cenderung mendorong dirinya untuk lebih dekat ke arah
hidup agamis. Namun sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan
siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual.
c.
Pertimbangan
Sosial
Perkembangan pada
masa remaja ditandai juga oleh adanya pertimbangan sosial. Di dalam kehidupan
keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja
sangat bingung menentukan pilihan itu. Pada masa ini jiwa remaja cenderung
bersikap materialis, karenan memang kehidupan duniawi lebih dipengaruhi oleh
kepentingan materi. Remaja pada masanya banyak berpikir masalah keuangan,
kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri, dan berbagai masalah kesenangan
pribadi lainnya. Masalah akhirat dan masalah soaial juga dipikirkan namun tidak
seperti kecenderungannya terhadap soal keduniawian.
d.
Perkembangan
Moral
Pada masa remaja,
aspek moral mengalami perkembangan yang bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari proteksi. Moral para remaja memiliki beberapa tipe, antara
lain : Self directive, adaptive, submissive, unadjusted, dan
deviant.
e.
Sikap
dan Minat
Sikap dan minat
remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil. Dari hasil
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Howard Bell dan Ross terhadap 13.000
remaja di Maryland bahwa sikap dan minat remaja dalam masalah ekonomi,
keuangan, material, memiliki kecenderungan yang besar dibandingkan dengan sikap
dan minatnya terhadap masalah keagamaan. Umumnya remaja yang memiliki
kecenderungan terhadap masalah keagamaan itu tergantung atau berangkat dari
kebiasaan di masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka. Oleh karena
itu apabila masa kecil anak mendapatkan perhatian yang lebih terhadap masalah
keagamaan, maka hal ini sangat berperan terhadap perkembangan keagamaan dimasa
remajanya.
f.
Ibadah
Menurut Ross dan
Oskar Kupky mengenai pandangan remaja terhadap ajaran agama dan ibadah adalah
17% mengatakan bahwa sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan,
sedangkan 26% menganggap bahwa sembahyang hanyalah sebagai media untuk
bermeditasi.
B.
Sikap
Remaja dalam Beragama
Perkembangan jiwa
keagamaan yang ditimbulkan oleh remaja karena pengaruh perkembangan dirinya itu
dapat dilihat lewat pengalaman dan ekpresi keagamaan yang tercemin lewat sikap
keagamaannya, antara lain sebagai berikut:
1.
Percaya
secara ikut ikutan
Kebanyakan remaja
percaya kepada tuhan dalam menjalankan ajaran agamanya karena terdidik dalam
lingkungan beragama,karena ibu dan bapak nya selalu ada dekat di sekelilingnya
melaksanakan ibadah,maka mereka ikut melaksanakan ibadah dan mempecayai
ajaran-ajaran agama sekedar mengikuti suasana lingkungan dimana ia hidup.mereka
seolah-olah adaptik,tidak ada perhatian untuk meningkatkan agama dan tidak mau
aktif dalam kegiatan-kegiatan agama.
Percaya secara ikut
ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama dengan cara sederhana yang di
dapat dalam keluarga dan lingkungan nya.Namun demikian kondisi seperti ini
hanya berlangsung pada remaja awal (usia 13-16 tahun), sesudah masa remaja
awal, kepercayaan remaja berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar
sesuai dengan perkembangan psikisnya.
2.
Percaya
dengan kesadaran
Perkembangan psikis
dan pertumbuhan fisik yang sedang di alami remaja pada umumnya menyebabkan
terjadinya perubahan-perubahan dan juga gangguan–gangguan, terjadinya
perubahan-perubahan dan gangguan-gangguan itu melahirkan timbulnya kegelisahan,
kecemasan, ketakutan bercampur aduk dengan rasa bangga dan kesenangan serta
bemacam-macam pikian dan khayalan sehingga timbul daya tarik bagi remaja untuk
memperhatikan dan memikirkan dirinya sendiri.
Semangat keagamaan
remaja dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah keagaman yang
mereka miliki semenjak kecil.semangat seperti itu bias bersifat positif, yaitu
remaja berusaha menghindari ajaran agama yang bercampur dengan bid’ah dan
khufarat.mereka melihat agama dengan memandang yang kritis, sehingga
kadang-kadang mereka memberontak dengan adat kebiasan yang ada dalam masyarakat
yang di pandang mereka kurang masuk akal.
3.
Percaya
tapi agak ragu-ragu (bimbang)
Keragu-raguan
remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Keraguan disebapkan adanya kegoncangan dalam jiwanya
karna terjadinya proses perubahan dalam diri pribadinya, maka keraguan seperti
ini dianggap suatu kewajaran.
b. Keraguan yang disebabkan adanya kontradiksi antara
kenyataan-kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki .keraguan tersebut antara lain karena adanya
pertentangan ajaran agama dengan ilmu pengetahuan,antara nilai moral dengan
kelakuan manusia dalam realitas kehidupan,antara nilai-nilai agama
dengan perilaku tokoh-tokoh agama, seperti guru, ulama, pemimpin, orang tua,
dan sebagainya.
4.
Tidak
percaya dan cenderung atheis
Perkembangan kea ah
tidak pecaya kepda tuhan meupakan proses kelanjutan dan kebimbangan yang
dialami oleh remaja. Kalau keraguan remaja sudah memuncak dan sudah tidak dapat
diatasi lagi, maka bias berakibat fatal, bias mengakibatkan mereka tidak pecaya
lagi kepada Tuhan(atheis). Kebimbangan umumnya tejadi bagi emaja yang beusia
antara 17-20 tahun
BAB III
ISI
LAPORAN
A.
Identifikasi
Kasus
1.
Pengumpulan Data
a.
Data Murid
1.
Nama Murid :
Ari Abdi Wakas
2. Nama Sekolah : MA DARUSSALIHIN NW KALIJAGA
3.
Alamat Sekolah :
KALIJAGA
4. Siswa Kelas : X BAHASA
5. Umur Rata- Rata : : 16 tahun
6. Jenis kelamin : laki -
laki
7. Agama : Islam
8. Alamat Murid : Desa Jorong Kalijaga Induk
b.
Data Murid
1.
Nama Murid :
Amir Mahmud
2.
Nama Sekolah :
MA DARUSSALIHIN NW KALIJAGA
3.
Alamat Sekolah :
KALIJAGA
4.
Siswa Kelas :
X IPS I
5.
Umur Rata- Rata :
16 tahun
6.
Jenis kelamin : laki -laki
7.
Agama : Islam
8.
Alamat Murid :
Asmalang Kalijaga Tengah
c.
Data Murid
1.
Nama Murid :
Ahmad Junaedi
2.
Nama Sekolah :
MA DARUSSALIHIN NW KALIJAGA
3.
Alamat Sekolah :
KALIJAGA
4.
Siswa Kelas :
X IPS II
5.
Umur Rata- Rata :
16 tahun
6.
Jenis kelamin : laki-laki
7.
Agama : Islam
8.
Alamat Murid :
Asmalang Kalijaga Tengah
d. Data
Guru
1.
Bimbingan Konseling
a. Nama : Ustaz Khasim Ashari S.Pdi
b. Umur :
32 Tahun
c. Profesi
: Guru BK
d. Alamat
: Asmalang Kalijaga Tengah
2. Kepala Sekolah
a. Nama :
Munawir S.H
b. Umur :
39 Tahun
c. Profesi :
Kepala Sekolah
d. Alamat :
Kampung Tabi’in Kalijaga Selatan
B.
Hasil
Wawancara
1. Ari
Abdi Wakas
Berdasarkan hasil wawancara yang sudah dilakukan dengan guru
Bimbingan Konseling di dapatkan informasi bahwa Ari Abdi Wakas ini merupakan
siswa yang kurang sekali dalam hal beribadah terutama dalam melakukan shalat 5
waktu maupun shalat sunnah seperti aktivitas shalat Duha di MA DARUSSALIHIN NW
KALIJAGA yang di lakukan sebelum masuk kelas. Meskipun kedua orang tuanya
selalu menginggatkan nya dalam hal beribadah tapi dia cendrung mengabaikan
perintah tersebut, karna memang karakter Ari Abdi Wakas ini seperti itu yang di
pengaruhi oleh teman-teman nya yang lebih tertarik dengan hal-hal yang
meyenangkan daripada beribadah.
2. Amir Mahmud
Berdasarkan informasi yang di peroleh dari guru
Bimbingan Konseling bahwa Amir Mahmud ini merupakan anak yang semulanya rajin
beribadah sewaktu dia masih kanak-kanak. Tapi ketika dia menginjak usia remaja
ketertarikan nya terhadap agama semakin berkurang, dan ini di sebabkan oleh
orang tuanya yank broken home atau bercerai, dan kedua orang tua nya pergi ke
luar negeri untuk menuntut rezeki masing-masing sehingga tdak ada yang
mengontrol dia ataupun menasehati dia dalam hal beribadah. Terlebih lebih
dengan pergaulan nya dengan teman-temannya yang memang jarang bahkan tidak pernah melakukan ibadah.
Dia lebih senang main kartu. main bola dan lain-lain.
3. Ahmad Junaedi
Sementara dengan Ahmad Juneadi ini di peroleh informasi
dari guru Bimbingan Konseling nya bahwa dia merupakan anak yang lalai terutama
dalam hal beribadah. Dan ini tdak lepas dari kontrol orang tua juga yang memang
tidak terlalu mengaskannya dalam hal beribdah terutama shalat 5 waktu, karna
yang ada cuma ibunya sementara bapak nya pergi ke Malaysia, sehingga yang
menasehati dia cuma ibunya, dan itupun tidak terlalu di tegaskan. Dan juga
akibat pergaulan nya yang bebas bergaul dengan siapa saja termasuk dengan
orang-orang yang tdak aktif melaksanakan ibadah.
C.
Diagnosis
Berdasarkan informasi dia atas ada beberapa hal yang menyebabkan minat
atau ketertarikan para siswa atau remja terhadap ibadah sangat kurang:
1.
Ari
Abdi Wakas
Siswa ini merupakan anak yang susah di atur, dan ini
tidak lepas dari teman-temannya dengan anak-anak yang nakal, Meskipun kedua
orang tuanya selalu menasehatinya, dia lebih sering mengabaikannya karna memang
orang tuanya juga membebaskan dia bergaul dengan siapapun. Jadi, walaupun orang
tuanya selalu menasehati dia dalam hal beribadah tapi orang tuanya tidak
memperhatikan pergaulan anak nya, apakah dia begaul bersama orang-orang yang
sholeh atau orang yang nakal bahkan dengan orang-orang yang jarang sekali
beribadah.
2. Amir Mahmud dan Ahmad Junaedi
Sementara dengan kedua siwa ini memiliki kasus yang hampir
sama dalam hal beribadah yaitu sangat minimnya control ataupun nasehat dari kedua
orang tua mereka. Dan kedua anak ini juga sering bergaul dengan anak-anak yang
jarang shalat, mengaji dan ibadah lainnya. Dengan teman-teman mereka, mereka
lebih sering bermain-main daripada beribadah, terutam Amir Mahmud yang senang
main kartu dan main bola.
D.
Prognosis
Untuk mengatasi masalah agama terhadap anak kita dapat
melakukan metode di seperti di bawah ini :
1. Metode Penanaman Nilai
Agama Sejak Dini
Rasulullah bersabda bahwa setiap anak itu
terlahir dalam keadaan fitrah (Islam), namun orang tuanyalah yang menjadikan
dia majusi, nasrani atau yahudi. Jadi jika anak ditanamkan nilai agama
sejak dini maka ketika dia menginjak usia remaja akan memiliki aqidah agama
yang kuat apabila lingkungan sekitarnya terutama orang tua memberikan stimulus
positif. Ketika dia menginjak usia dewasa maka dia akan lebih mantap pada
aqidah agama yang dipeluknya.
2. Metode Penanaman Nilai
Agama pada Pembiasaan Diri
Setiap orang pasti memiliki kebiasaan yang
dilakukannya secara terus menerus dan tanpa disadari sehingga kadang-kadang
orang berpikir mengapa melakukan kegiatan itu sedangkan dalam pikirannya tidak
ada niatan untuk melakukan kegiatan itu. Jadi bagaimana membiasakan kebiasaan
yang positif, hal ini dapat dilakukan apabila lingkungan sekitar terutama orang
tua menanamkan nilai-nilai positif sejak dini sehingga hal itu dapat menjadi
kebiasaan sehari-hari.
3. Metode Penanaman Nilai
Agama Lewat Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik
dari ungkapan ini dapat diambil kesimpulan bahwa setiap orang itu pasti
memiliki pengalaman yang berbeda, dari pengalaman tersebut metode ini mencoba
menanamkan nilai-nilai agama lewat pengalaman. Orang yang ceroboh pasti tidak
akan mengulangi kesalahan yang pernah dilakukannya dan seorang muslim sejati
tidak akan terjeremus pada lobang yang sama.
Namun apa bila anak itu sudah menginjak
usia remaja dan tahap perkembangan menuju kedewasaan tapi masih saja kurang
dalam hal beribadah seperti kasus tiga siswa di atas ini. Berdasarkan hsil wawancara
dengan guru Bimbingan Konseling mereka kita dapat melakukan hal-hal sebagai
berikut.
a.
Guru
Bimbingan Konseling
1.
Pendekatan
Pendekatan dalam artian masuk dalam lingkungan
kehidupan nya dan mencari tahu apa penyebabnya sehingga minatnya dalam
beribadah sangat kurang bahkan hampir sama sekali tidak lakukan nya. Dan
ushakan semaksimal mungking jangan sampai dia tahu kalau kita neliti dia.
2.
Nasehat
Setelah mengetahui apa penyebab dari berkurang nya
minat beribadah yang terjadi kepadanya, kita dapat perlahan-lahan menasehati
dia bahwa betapa pentingnya ibadah dalam kehidupan. Karna kita tidak hanya
memntingkan kehidupan Duniawi melainkan juga Ukhrawi.
3.
Gambaran
Setelah melakukan pendekatan dan menasehatinya berikan
dia gamabaran, gambaran dalam artian seperti apa akibat atau hukuman dari
meninggal ibadah terlebih-lebih tdak melakukan shalat.
b.
Orang
Tua
1.
Menjadi Orang Tua
Teladan
Sebagai
orang tua sebaiknya memberikan contoh yang terbaik bagi anak-anaknya. Seorang
anak pada umumnya akan meniru segala tingkah laku orangtua dan orang-orang yang
ada di sekitarnya. Jika orang tua, keluarga dan orang di lingkungan sekitarnya
adalah orang yang sholeh, maka kemungkinan besar anak-anak juga akan
terpengaruh menjadi anak yang sholeh.
2.
Membawanya di Lingkungan
yang Islami
Tinggallah
di tempat yang dikelilingi oleh orang-orang sholeh. Jauhkan anak-anak dari
lingkungan yang buruk dan pergaulan yang menyesatkan, karena hal tersebut dapat
mempengaruhi anak-anak dalam perilaku yang tidak baik.
3.
Memberikan Bimbingan
Jangan pernah menganggap bahwa anak kita
tidak mengerti apa-apa. Berikan mereka bimbingan dan motivasi dengan
kata-kata yang mudah dimengerti. Dengan begitu anak-anak akan mudah menerima
dan mengingat pesan yang telah kita sampaikan sebagai bekal sampai tumbuh
dewasa.
4. Sekolahkan
di Sekolah Islam
Berikan anak pendidikan formal maupun
informal dengan pengetahuan agama yang cukup baik. Dengan anak terbiasa belajar
dilingkungan sekolah yang Islami, maka akan menumbuhkan kesadaran pada agamanya
sehingga anak akan taat pada ajaran-ajaran Islam.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan isi
laporan di atas kami dapat menyimpulkan bahwa yang menyebabkan ketiga siswa MA
ini kurang dalam hal beribadah adalah minimnya kontrol dari kedua orang tua
mereka. Mereka di bebaskan bergaul dengan siapa pun terutama dengan orang-orang
yang jarang melakukan ibadah.
B. Saran
1. Saran untuk Orang Tua
Bagi para orang
tua sebaiknya selalu mengontrol kegiatan anaknya sehari-sehari terutama selalu
mengontrolnya dalam hal beribadah dan jangan biarkan dia bergaul dengan
orang-orang yang kurang ibadah. Dan orang tua juga seharusnya menyekolahkan
anak nya di sekolah islami (PONPES).
2. Saran untuk Remaja
Sebaiknya setiap remaja
agar dapat memilih teman yang baik, terutama dengan orang-orang yang sholeh
yang selalu mengajak untuk melakukan ibadah. Karena faktor lingkungan terutama
pengaruh teman merupakan fakor yang dominan bagi seorang remaja melakukan
berbagai kegiatan, baik positif ataupun negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Darajat, Zakiah. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang
Darajat, Zakiah. 1982. Pembinaan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang
Rahardjo, Susilo & Gudnanto. 2011. Pemahaman Individu Teknik Non Tes.
Kudus: Nora Media Enterprise
Walgito, Bimo. 2010. Bimbingan dan Konseling Studi &
Karir. Yogjakarta: Andi
Winkel, WS & Hastuti, Sri. 2004. Bimbingan dan Konseling Di
Institusi Pendidikan. Yogjakarta:
Media Abadi.
Sukardi, DK & Sumiati, DM. Pedoman Praktis Bimbingan Penyuluhan Di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta
Syahril & Ahmad, Riska. 1987. Pengantar Bimbingan dan Konseling, Padang: Angkasa raya padang.
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta : PT
Raja Grafindo persada
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta
: PT Raja Grafindo persada
Panuju, Panut & Ida, Umami. 1999. Psikologi
Remaja. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya
Ashari, Ustaz Khasim , S. Pdi.
2015. Guru Bimbingan Konseling. Kalijaga:
MA DARUSSALIHIN NW KALIJAGA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar